Selasa, 29 Oktober 2013

Masalah Struktural Hambat Ekonomi Domestik (tulisan 10 softskill)


Masalah Struktural Hambat Ekonomi Domestik

Perekonomian Indonesia memasuki momentum positif, khususnya dalam persaingan ekonomi global. Akan tetapi, beberapa hambatan internal masih muncul dan dapat mengancam kinerja ekonomi Indonesia yang positif tersebut.

"Penghargaan dunia terhadap ekonomi Indonesia sangat luar biasa. Tapi akankah Indonesia bisa memanfaatkan momentum positif ini atau justru tertinggal," kata Wakil Ketua Umum Kadin bidang Kebijakan Moneter, Fiskal, dan Publik Hariyadi Sukamdani dalam rakernas Kadin di Jakarta, Rabu, 17 April 2013.

Masalah pertama yang mengancam, kata Hariyadi, adalah bagaimana BUMN mengambil lahan swasta dalam berusaha. Menurut dia, BUMN seharusnya menjadi ujung tombak ekonomi Indonesia di dunia internasional, bukan menjadi jagoan kandang yang mengancam sektor swasta dalam negeri.

Selain itu, alokasi subsidi energi yang sedemikian besar sehingga mengganggu neraca keuangan dan fiskal juga bisa mengganggu capaian Indonesia. "Realisasi belanja modal juga masih rendah, penyerapannya terlambat. Sementara kebijakan pusat dan daerah juga tidak sinkron," katanya.

Ekspor, kata Hariyadi, juga turun. Hal ini disebabkan karena dua sektor yang menjadi kontributor utama ekspor, sektor tekstil, dan sepatu mengurangi kapasitas produksi karena kebijakan kenaikan upah buruh dan tarif listrik.

Ketua Umum Kadin, Suryo Bambang Sulisto, mengatakan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit karena beberapa masalah yang sifatnya struktural, seperti infrastruktur, korupsi, dan birokrasi. "Selain itu, ada anggapan bahwa defisit terjadi akibat ekspor turun karena tidak mengalami diversifikasi," katanya.

Suryo mengatakan tantangan ekonomi di tahun 2013 adalah bagaimana menghadapi masalah struktural tersebut. Selain itu, Indonesia harus memanfaatkan momentum positif pertumbuhan ekonomi domestik dengan memanfaatkan kondisi ekonomi global yang masih tak menentu. "Kondisi global yang tak menentu mendorong investasi masuk ke Indonesia. Ini yang harus dioptimalkan," katanya.

Kadin berharap kebijakan moneter dan fiskal yang dikeluarkan pemerintah dapat menjadi sebuah proses dan solusi untuk mengatasi masalah struktural yang menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Suryo mengingatkan agar kalangan usaha mengantisipasi kemungkinan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tidak akan mencapai proyeksi 6,5-6,8 persen. "Baru-baru ini Bank Dunia menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan mencapai 6,2 persen. Ini harus diantisipasi," katanya.

Analisis           :
Perekonomian Indonesia memasuki momentum positif, khususnya dalam persaingan ekonomi global. Akan tetapi, beberapa hambatan internal masih muncul dan dapat mengancam kinerja ekonomi Indonesia yang positif tersebut. Ketua Umum Kadin, Suryo Bambang Sulisto, mengatakan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit karena beberapa masalah yang sifatnya struktural, seperti infrastruktur, korupsi, dan birokrasi. Kadin berharap kebijakan moneter dan fiskal yang dikeluarkan pemerintah dapat menjadi sebuah proses dan solusi untuk mengatasi masalah struktural yang menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.


Tanggal          : 29 oktober 2013


Kualitas Ekonomi RI Dinilai Masih Rendah (Tulisan 9 Softskill)


Kualitas Ekonomi RI Dinilai Masih Rendah

Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama menilai kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga saat ini masih rendah. Menurut Ketua ISNU, Ali Masykur Musa, pertumbuhan ekonomi saat ini sebagian besar masih ditopang oleh sektor non-tradable yang bersifat padat modal sehingga daya serap terhadap tenaga kerja rendah.

"Akibatnya, kemiskinan dan mengurangi pengangguran terus menurun," kata Ali dalam konfrensi pers persiapan Rapat Pimpinan Nasional ISNU, di Restoran Kelapa Dua, Senayan, Jakarta, Rabu, 27 Februari 2013.

Menurut Ali, pada 2010 pertumbuhan ekonomi mampu mengentaskan 1,5 juta penduduk miskin. Namun pada 2011 turun menjadi 1 juta orang dan pada 2012 merosot menjadi 890 ribu. Pada 2010, setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi, kata Ali, bisa menyerap 500 ribu angkatan kerja. Namun pada 2011 hanya menjadi 225 ribu dan pada 2012 anjlok menjadi 180 ribu penduduk. "Pemerintah harus lebih cepat melakukan pemerataan ekonomi dengan membangun pusat-pusat ekonomi baru," katanya.

Meskipun pertumbuhan ekonomi pada 2012 tumbuh 6,23 persen dan ditargetkan pada tahun ini sebesar 6,5 sampai 6,8 persen, Ali melihat pertumbuhan hanya terjadi di sektor makro saja. Sedangkan sektor rill tidak bergerak. "Padahal semakin banyak angkatan kerja yang menggantungkan hidup di sektor informal," katanya. Berdasarkan data BPS pada 2012, Ali melanjutkan, ada 70,7 juta angkatan kerja atau 62,71 persen menyemut di sektor informal.

Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan ini juga melihat jurang ketimpangan yang ditunjukan oleh indeks ketimpangan (gini ratio) yang naik dari 0,33 pada 2004 menjadi 0,41 pada 2011. Meskipun Produk Domestik Bruto naik menjadi rata-rata US$ 3000 per tahun, namun 20 persennya disumbang pemilik modal yang menguasai 48 persen kekayaan nasional.

"Sementara 40 persen lapisan terbawah hanya menguasai 16 persen kekayaan nasional. Artinya, pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati 20 persen kelompok teratas dari struktur piramida ekonomi nasiinal," kata Ali.





Analisis           :
pertumbuhan ekonomi saat ini sebagian besar masih ditopang oleh sektor non-tradable yang bersifat padat modal sehingga daya serap terhadap tenaga kerja rendah. Meskipun pertumbuhan ekonomi pada 2012 tumbuh 6,23 persen dan ditargetkan pada tahun ini sebesar 6,5 sampai 6,8 persen, Ketua ISNU, Ali melihat pertumbuhan hanya terjadi di sektor makro saja. Sedangkan sektor rill tidak bergerak.


Tanggal          : 29 oktober 2013


Krisis Global Masih Mengancam Indonesia (Tulisan 8 Sotfskill)


Krisis Global Masih Mengancam Indonesia

Indonesia masih akan menghadapi tantangan ekonomi global walaupun pertumbuhan ekonomi berada dalam koridor yang positif. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, situasi ekonomi global yang tidak menentu masih akan menjadi tantangan dalam beberapa waktu mendatang.

"Pembangunan ekonomi memiliki tantangan baru yaitu situasi ekonomi dunia yang kurang menggembirakan. Diperlukan kesiapan mental dan kebijakan yang tepat sebagai langkah antisipatif untuk menghadapi ketidakpastian global, kebijakan yang diambil harus tepat dan terukur," katanya saat membacakan pidato kenegaraan jelang hari Kemerdekaan di gedung DPR, Jumat, 16 Agustus 2013.

SBY juga mengatakan dalam menghadapi ketidakpastian global, sangat penting untuk menarik pengalaman di saat krisis 2008-2009. Pengalaman ini harus dijadikan strategi dalam menghadapi krisis global yang masih terus mengancam.

"Koordinasi antar otoritas fiskal, moneter dan sektor riil juga penting. Pemerintah juga terus memperbaiki kinerja transaksi berjalan, penguatan ekspor serta perbaikan iklim investasi," katanya. Selain itu, optimalisasi penyerapan anggaran juga akan menjadi salah satu strategi dalam mengatasi gejolak internal.

Dalam pembacaan pidato kenegaraan tersebut, SBY juga mengapresiasi kinerja ekonomi Indonesia yang tetap bertahan di tengah ancaman krisis global. Menurut dia, daya beli yang terus meningkat, peningkatan jumlah kelas menengah, serta pertumbuhan ekonomi yang dijaga pada level 5-6 persen menjadi bukti pencapaian kinerja ekonomi Indonesia.

"Ekonomi tumbuh berkesinambungan. Daya beli meningkat, kelas menengah bertambah. Stabilitasi fiskal dan moneter terjaga. Sejumlah gejolak internal seperti lonjakan harga minyak, krisis finansial dan global bisa dihadapi secara baik," katanya. Dengan kinerja tersebut, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia diprediksi mencapai US$5000 pada akhir 2014.
Analisis           :                                                    
situasi ekonomi global yang tidak menentu masih akan menjadi tantangan dalam beberapa waktu mendatang. Pemerintah juga terus memperbaiki kinerja transaksi berjalan, penguatan ekspor serta perbaikan iklim investasi. SBY juga mengapresiasi kinerja ekonomi Indonesia yang tetap bertahan di tengah ancaman krisis global. Menurut bapak SBY daya beli yang terus meningkat, peningkatan jumlah kelas menengah, serta pertumbuhan ekonomi yang dijaga pada level 5-6 persen menjadi bukti pencapaian kinerja ekonomi Indonesia.


Tanggal          : 29 oktober 2013



Senin, 28 Oktober 2013

Ekonom Tak Yakin `Keep Buying Strategy` Sukses (tulisan 7 softskill)


Ekonom Tak Yakin `Keep Buying Strategy` Sukses

Sejumlah ekonom mempertanyakan strategi pemerintah untuk menjaga pertumbuhan ekonomi melalui `keep buying strategy`. Menurut mereka, menggenjot konsumsi ketika mayoritas barang masih diimpor justru tak menyelesaikan masalah.

"Yang dimaksud strategi itu apa? Terus memberikan stimulus untuk konsumsi barang-barang impor?" kata Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual kepada Tempo, Senin, 19 Agustus 2013.

David menyebutkan, barang-barang yang dikonsumsi masyarakat kebanyakan masih impor, dari pangan, elektronik, hingga otomotif. Tingginya impor itulah membuat tekanan pada transaksi berjalan Indonesia. Defisit ini membuat rupiah terus melemah sejak akhir 2011. "Soalnya kita impor semua," kata David.

Seharusnya, kata dia, pemerintah mencari strategi untuk meningkatkan produksi di sektor yang banyak menyerap tenaga kerja sehingga masyarakat punya daya beli. Ia misalnya menyambut baik adanya insentif pajak untuk sektor padat karya, tapi insentif itu tak bisa diterapkan seterusnya. "APBN takutnya jebol," katanya.

Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistyaningsih mengingatkan bahwa kondisi ekonomi Indonesia berbeda dengan Cina. Strategi `Keep Buying Strategy`, kata Lana,  tepat diterapkan negara tirai bambu itu karena mereka bisa memproduksi semuanya di dalam negeri.

Menurutnya, untuk mempertahankan daya beli masyarakat, yang perlu dilakukan pemerintah adalah meredam inflasi. "Inflasi harus dibenahi, dikontrol sehingga kembali ke normal. Harga daging sapi bisa tidak turun ke Rp 75 ribu?" kata Lana.

Analisis                       :
Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistyaningsih mengingatkan bahwa kondisi ekonomi Indonesia berbeda dengan Cina. Strategi `Keep Buying Strategy`, kata Lana,  tepat diterapkan negara tirai bambu itu karena mereka bisa memproduksi semuanya di dalam negeri. Menurutnya, untuk mempertahankan daya beli masyarakat, yang perlu dilakukan pemerintah adalah meredam inflasi. "Inflasi harus dibenahi, dikontrol sehingga kembali ke normal.


Tanggal :28 oktober 2013

Inflasi September Diprediksi di Bawah 1 Persen (Tulisan softskill 6)


Inflasi September Diprediksi di Bawah 1 Persen

Menteri Keuangan Chatib Basri memprediksi tingkat inflasi pada September ini lebih rendah dibandingkan inflasi Juli dan Agustus lalu. "Perkiraan saya di bawah 1 persen, bahkan bisa di bawah 0,5 persen," ujarnya usai menghadiri rapat koordinasi di Bank Indonesia, Selasa, 24 September 2013.

Dengan menurunnya tingkat inflasi, Chatib memprediksi tingkat konsumsi masyarakat akan kembali naik. Meningkatnya daya beli masyarakat tersebut diharapkan bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun. "Itu berarti arahnya sudah membalik kembali ke normal," dia menambahkan. Dia juga yakin tingkat inflasi hingga akhir 2013 ini akan terus menurun. "Tidak mungkin naik lagi, karena faktor-faktor penyebab naiknya inflasi sudah habis."

Dalam dua bulan terakhir, yakni Juli dan Agustus, tingkat inflasi Indonesia mengalami peningkatan. Pada Juli, Badan Pusat Statistik melaporkan tingkat inflasi mencapai 3,29 persen yang diakibatkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Sebulan kemudian, tingkat inflasi menyentuh angka 1,12 persen yang dipicu oleh faktor tersendatnya pasokan sejumlah bahan pangan.

Prediksi penurunan tingkat inflasi pada September ini, menurut Chatib, dikarenakan pemerintah telah mengantisipasi faktor penyebab terhambatnya pasokan bahan pangan. "Sistem impornya sudah diubah, dari importir terbatas menjadi importir umum. Dengan begitu, pasokan makanan akan lebih lancar dan tekanan pada inflasi akan berkurang."

Analisis           :
Dengan menurunnya tingkat inflasi, Menteri Keuangan Chatib Basri memprediksi tingkat konsumsi masyarakat akan kembali naik. Prediksi penurunan tingkat inflasi pada September ini, menurut Chatib, dikarenakan pemerintah telah mengantisipasi faktor penyebab terhambatnya pasokan bahan pangan. Sistem impornya sudah diubah, dari importir terbatas menjadi importir umum. Dengan begitu, pasokan makanan akan lebih lancar dan tekanan pada inflasi akan berkurang.

Tanggal: 28 oktober 2013